Sunday, January 12, 2014

Belajar dari Pengalaman – Mahasiswa Turun ke Jalan

Masyarakat Inggris baru saja menyaksikan aksi demo mahasiswa, untuk kesekian kalinya sejak pemerintahan koalisi dimulai beberapa tahun silam. Aksi demo yang terakhir adalah untuk memprotes kolusi antara pihak otoritas universitas dan polisi untuk menghalangi demo mahasiswa yang terkadang bahkan menangkap para pemimpin aksi-aksi tersebut. Sejumlah universitas telah mengajukan permohonan, dan telah diberikan surat perintah dari pengadilan untuk menghentikan segala bentuk aksi protes di dalam kampus mereka selama enam bulan ke depan – pengkhianatan yang mengejutkan terhadap prinsip kebebasan berpendapat yang seharusnya justru dipertahankan oleh lembaga perguruan tinggi ini. 

Mahasiswa Inggris bukan satu-satunya yang memprotes kondisi mereka – ada juga pergerakan mahasiswa yang meluas di Propinsi Quebec, Kanada, setahun silam mengenai biaya pendidikan yang meningkat; dan dalam minggu terakhir kita telah melihat ketegangan di antara universitas-universitas di Mesir setelah polisi menembak seorang mahasiswa di Kairo. Semua bentuk protes ini memiliki konteks sendiri-sendiri, karena situasi di London dan Kairo sudah pasti jauh berbeda, namun semua menimbulkan pertanyaan tentang penyebab mahasiswa di seluruh dunia menjadi semakin aktif secara politis.

Salah satu alasan utama adalah mahasiswa, seiring dengan berjalannya waktu mereka harus memikirkan dunia secara mendalam, idealnya ditempatkan untuk menyaksikan kontrol sosial yang sedang terjadi di masyarakat saat ini. Dalam banyak peristiwa, universitas-universitas mereka memberikan contoh terbaik,  jurusan-jurusan yang dianggap kurang ‘berguna secara ekonomi’ ditutup, dan para pegawainya, mulai dari petugas kebersihan hingga dosen diberhentikan atau upah mereka tidak dibayarkan. Jelas terlihat sekarang ada banyak universitas di dunia ini yang hanya mementingkan keuntungan materi dan berkontribusi pada kelanjutan status quo ekonomi daripada keunggulan akademik.

Mungkin alasan yang jauh lebih penting adalah mahasiswa sekarang cukup pintar untuk melihat kecilnya kesempatan yang ditawarkan kepada mereka saat lulus nanti. Mereka diiming-imingi harapan bahwa jika mereka bekerja keras, mereka akan bisa sukses di manapun mereka berada. Namun dengan meningkatnya jarak antara si kaya dan si miskin dalam masyarakat, mereka bisa melihat bahwa sebagian besar dari mereka akan kalah dalam permainan kehidupan, sekeras apapun mereka bekerja. Kesuksesan dan kekayaan adalah “jatah” mahasiswa tertentu yang memiliki orangtua kaya, atau koneksi keluarga yang akan membantu mereka mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi yang hanya tinggal sedikit tersisa. Bagi sebagian besar mahasiswa lainnya, masa depan terlihat suram – pekerjaan dengan upah minimum di Starbucks, dan utang yang menumpuk. Kita sedang menciptakan masyarakat pemenang dan pecundang. 

Mahasiswa, sebagai pengecam yang berani menyuarakan keadaan ini dan juga sebagai kalangan yang paling mungkin merugi, sekarang menghadapi tekanan untuk menghentikan penyebaran pesan mereka. Penembakan di Kairo, ‘penahanan’ dan penangkapan di London – apa saja untuk menghentikan mereka menyampaikan pesan kepada orang-orang yang kehilangan mata pencaharian dan peluang di dalam masa sulit ini. Seharusnya kita melakukan yang terbaik untuk membantu menyebarkan semangat dan filosofi mahasiswa kepada lebih banyak orang lagi – kita membutuhkan masyarakat yang menempatkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebutuhan akan pengetahuan, kreativitas dan keadilan sebagai prioritas utama; bukan masyarakat yang menempatkan keuntungan materi di atas segalanya, dan memperburuk jurang pemisah antara pemenang dan pecundang. 


Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 30 Desember: http://anashell.com/anashell/2013/12/30/learning-hard-way-students-take-streets/
[Mahasiswa Turun ke Jalan, Masyarakat Inggris, aksi demo mahasiswa, Propinsi Quebec, penembakan di Kairo, penangkapan di London, student protest, nrglab, Ana shell]

No comments:

Post a Comment